Minggu, 26 April 2009

Selamat Jalan Pak Piet



Mantan Gubernur NTT, Herman Musakabe (kiri) menjenguk Piet A Tallo






TIDAK ada yang kebetulan di bawah kolong langit. Semuanya sudah dalam rencana Tuhan. Itulah salah satu ungkapan khas yang selalu diucapkan oleh Piet Alexander Tallo, S.H, dalam banyak kesempatan ketika memimpin NTT selama dua periode. Kini, Gubernur NTT periode 1998-2008, itu telah tiada. Bupati TTS dua periode itu telah menghadap Sang Khalik pada Sabtu (25/4/2009) malam di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta.

Piet Tallo menjadi Bupati Timor Tengah Selatan (TTS) 1983-1988. Selama lima tahun memimpin TTS, rakyat setempat masih mencintainya sehingga melalui DPRD setempat dipilih kembali menjadi Bupati TTS untuk periode 1988-1993. Ketika memimpin TTS 1983 - 1993, Piet Tallo menjadi sangat populer tatkala ia mencetuskan Program Cinta Tanah Air.

Di daerah yang terkenal sebagai penghasil kayu cendana di NTT itu, kepopuleran Piet Tallo muncul ketika ia memberi makan lumpur kepada rakyat yang malas bekerja dan tidak mau mengolah lahan untuk bercocok tanam.

Ternyata program ini tidak serta merta diterima oleh masyarakat. Piet Tallo dikecam dan dihujat habis-habisan karena memberi makan lumpur kepada rakyatnya. Namun, dengan tenang Piet Tallo menampik hujatan itu dengan menyebutnya sebagai "lumpur kasih sayang kepada rakyat TTS".

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) ketika itu, Soepardjo Rustam (Alm) turun langsung ke SoE, Ibukota Kabupaten TTS untuk mendengar langsung kisah "Operasi Cinta Tanah Air" sampai membuat Piet Tallo harus memberi makan lumpur kepada rakyatnya yang malas bekerja.

Akhirnya, semua orang pun menyadari bahwa tindakan yang diambil Piet Tallo, itu semata-mata untuk membangkit semangat rakyatnya untuk bekerja meski terasa kejam dan sadis, karena tidak mencerminkan prinsip-prinsip dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.

Setelah mengakhiri masa tugasnya di TTS, hampir dua tahun Piet Tallo tidak menduduki jabatan dalam pemerintahan. Namun, pada 1995-1996, Piet Tallo dipercayakan oleh Gubernur NTT (waktu itu), Herman Musakabe, menjadi Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah (BKPMD) NTT.

Selepas dari BKPMD, Piet Tallo ditunjuk menjadi Wakil Gubernur NTT menggantikan SHM Lerrick sampai tahun 1998 mendampingi Herman Musakabe, yang saat itu menjabat sebagai gubernur.

Habis masa jabatan Herman Musakabe sebagai Gubernur NTT, Piet Tallo maju menjadi calon Gubernur NTT bersama Gaspar Parang Ehok dan Daniel Woda Palle. Namun, Piet Tallo, akhirnya mendapat dukungan suara mayoritas di DPRD NTT menjadi Gubernur NTT periode 1998-2003.

Posisi Wakil Gubernur NTT saat itu dijabat oleh Johanis Pake Pani, mantan Bupati Ende dua periode dan Kadis Pariwisata NTT. Posisi wakil gubernur hanya ditunjuk oleh Mendagri berdasarkan usulan dari DPRD NTT. Ketika babak berikutnya suksesi kepemimpinan NTT digelar pada 2003, Piet Tallo juga kembali mencalonkan diri. Sebagai anggota dewan pertimbangan Partai Golkar NTT, Piet Tallo, ketika itu kesulitan mendapatkan pintu masuk.

Pasalnya, Ketua DPD Partai Golkar NTT saat itu, Daniel Woda Palle, juga mencalonkan diri. Woda Palle akhirnya mengundurkan diri dan menunjukkan Esthon L Foenay sebagai kandidat Gubernur NTT dari Partai Golkar untuk berhadapan dengan Piet Tallo.

Piet Tallo akhirnya memilih Frans Lebu Raya, Ketua DPD PDI Perjuangan NTT dan Wakil Ketua DPRD NTT pada saat itu untuk mendampinginya sebagai wakil gubernur.

Ketika pentas politik suksesi kepemimpinan NTT digelar pada Juni 2003, Piet Tallo dan Frans Lebu Raya, akhirnya keluar sebagai pemenangnya dengan menyingkirkan paket dari Partai Golkar atas nama pasangan Esthon L Foenay dan Gaspar Parang Ehok, serta pasangan dari Gabungan Fraksi NTT Bersatu DPRD NTT, atas nama Victor Bungtilu Laiskodat dan Simon Hayon.

Di penghujung akhir masa jabatannya sebagai Gubernur NTT, Piet Tallo mulai jatuh sakit, sehingga operasional pemerintahan diserahkan sepenuhnya kepada Wakil Gubernur NTT, Frans Lebu Raya, yang kini telah menjabat sebagai Gubernur NTT periode 2008-2013.

Ketika memimpin daerah ini, ada banyak petuah yang disampaikan Piet Tallo kepada masyarakat dan para pejabat dalam banyak kesempatan. Misalnya, kearifan lokal. Ini mengajak rakyat untuk memberdayakan potensi-potensi lokal yang ada pada rakyat itu untuk kesejahterannya. Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, Piet Tallo mencanangkan program Tiga Batu Tungku, yakni pendidikan, kesehatan dan ekonomi.

Selama masa tugasnya, Piet Tallo mendapat penghargaan Parasamya Purna Karya Nugraha dari Presiden Soeharto pada 21 Agustus 1989, Manggala Karya Kencana Kelas II dari Kepala BKKBN Haryono Suyono pada tahun yang sama, Anugrah Korpri Abdi Negara dari Ketua Umum Korpri H Feisal Tamin pada 2000.

Selain itu, mendapat Satya Lencana Karya Setia 20-30 tahun dari Presiden Megawati Soekarnoputri pada 28 Oktober 2002 dan penghargaan dari Komisi Tinggi PBB Urusan Pengungsi (UNHCR), tropi dari Paus Johannes Paulus II pada 1997 serta medali imamat 25 tahun Kepausan dari Paus Johannes Paulus II pada 2004.

Dari Dusun Kecil

Piet Tallo dilahirkan di Tefas, sebuah dusun kecil di wilayah Kabupaten TTS pada 27 Mei 1942, dari pasangan Ch B Tallo dan Ny M Tallo-Lodo. Ketika masih duduk di bangku sekolah rakyat (SR), pria pemilik rambut perak ini sudah menampakkan dirinya sebagai seorang pemimpin yang ditunjukkannya lewat sikap disiplin.

Setelah tamat dari SR GMIT SoE di Ibukota Kabupaten TTS pada 1955, ia melanjutkan pendidikan di SMP Negeri Kupang. Setelah tamat di SMP Negeri tersebut pada 1958, Piet Tallo melanjutkan ke SMA Negeri Kupang dan tamat pada 1970.

Ia pun merantau ke Jawa untuk melanjutkan pendidikan tinggi di Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta. Setelah menyelesaikan studinya di kota "Gudeg" Yogyakarta itu, Piet Tallo kemudian menyunting seorang wanita Jawa, Erny Christian.

Pada 15 Maret 1967, Piet Tallo dan Erny melangsungkan pernikahan suci sampai akhirnya dikarunia tiga orang anak, yakni Ch S Tallo, John Christian Tallo dan HO Tallo.

Selama masa muda, Piet Tallo dikenal banyak orang sebagai sosok seorang pria yang suka hidup berorganisasi, baik organisasi kepemudaan, keagamaan dan sosial politik. Ia pernah menjadi anggota GMKI antara 1961-1970, anggota Golkar sejak 1970, anggota Law Asian Conference (LAC) 1979.

Ia juga menjabat Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen (STIM) sejak 2004, Sekretaris Dewan Pertimbangan Partai Golkar NTT antara 1994-1998 serta Ketua Dewan sesepuh SOSKI NTT dari 1990 sampai 1996.

Ketika masih duduk di bangku kuliah pun, Piet Tallo dipercayakan menjadi ajudan Rektor UGM Yogyakarta antara 1965-1967. Setelah tamat di UGM Yogyakarta, ia kembali ke NTT untuk mencari pekerjaan. Pada 1 September 1970, ia mulai meniti karirnya sebagai seorang pamong praja ketika diterima menjadi pegawai negeri sipil di lingkungan pemerintah daerah NTT.

Tenaga sarjana ketika itu masih tergolong langka di NTT sehingga ia dipercayakan menjadi dosen di Akademi Pemerintahan Dalam Negeri (APDN) Kupang antara 1972-1983 dan menjadi Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang antara 1972-1978.

Dalam kurun waktu tersebut, Piet Tallo mendapat banyak tugas di lingkungan pendidikan dan kepemudaan. Antara lain menjadi Ketua Komisariat Daerah (Komda) PSSI NTT dan Ketua Andalan Daerah Urusan Putra pada Kwartir Daerah Pramuka NTT. Antara tahun 1974-1983, Piet Tallo dipercayakan menjadi Kepala Dinas Pendapatan Daerah NTT.

Selamat jalan Pak Piet, jasa dan pengabdianmu tetap akan dikenang oleh seluruh rakyat NTT. (lorens molan/ant/gem)

Tidak ada komentar: